mY creation
Merpati Putih Saksi Cinta
Terangnya malam ini menjadi saksi kebesaran Allah Swt. Tuhan semesta alam. Tuhan yang menciptakan alam ini beserta seluruh isinya. Gemerlapan bintang-bintang berkelap-kelip seolah melentikan sinarnya bagi siapapun yang memandangnya.
Pancaran cahaya terang dari gedung-gedung pencakar langit mulai berlomba-lomba menghiasi sudut-sudut ramaniya kota Jakarta. Sungguh indah paparan alam yang tiada batasnya. Ini semua menambah kebahagian di hati Ibnu mahaydi revano, yang berhasil meraih beasiswanya ke Jepang. Hal yang dari dulu ia damba-dambakan. Meskipun itu akhirnya ia harus berpisah dengan Syaira rahmadwiyanti, kekasihnya yang sangat ia cintai. Sungguh banyak hal yang dilakukan Syaira hingga ia berhasil menduduki pringkat ke dua dalam penerimaan beasiswa, syairalah yang mengajarinya berbahasa Jepang hingga ia benar-benar menguasainya.
Di sisi lain ia juga sangat tidak ingin berpisah dengan ibu dan adiknya, ibu yang selama ini menjadi orang tua tunggal untuknya dan adik semata wayangnya. Ya, inilah hidup pengorbanan dan perjuangan harus tetap mengiringi jejak langkah seorang insan untuk meraih apa yang di inginkanya, meski harus ada cobaan yang selalu datang menghadang.
Semua orang sangat mengenal Negara Jepang, terlebih dengan tokoh anime-anime yang berasal dari sana. Termasuk Syifa, adiknya. Adiknya ini memang sangat menyukai komik-komik yang di tulis oleh minake midoru. Seorang katunis dari Jepang. Karena i\tulah Ibnu bertekad untuk membelikan poster-poster tentang idola adiknya itu stelah sampai di Jepang nanti.
Terlepas dari lamunanya, tiba-tiba saja ia mendengar suaa pintu kamarnya di ketuk.
“ Nu, Ibnu… ini ibu nak.” Teriak ibunya dari luar kamarnya.
“ Eh, ibu. Ada apa ya bu?.” Jawabnya sambil membuka pintu kamarnya.
“ Kamu belum tidur nak?.”
“Nanti dulu lah bu.”
“ Kamu Lihat tuh sudah jam berapa.”
Ibnu melirik ke jam dinding yang ada di kamarnya.
“ Oh iya bu, sudah malam. Kalau gitu Ibnu tidur dulu ya bu.”
“ Jangan lupa tuup jendela kamarmu.”
“ Beres bu.”
Setelah ibunya pergi dari kamarnya. Ibnu langsung menutup pintu dan jendela kamranya rapat-rapat. Baru sejenak ia rebahkan badanya di atas ranjang tempat tidurnya, ia lngsung terlelap dengan alunan mimpi yang menari indah dalm tidurnya.
Ibnu mahaydi revano. Seorang pemuda berusia 18 tahun, usia yang masih sangat muda. Bahkan baru satu tahun ini ia lulus dari sekolah menengah atas. Hanya satu harapanya setelah ini, membantu ibunya untuk membiayai adiknya sekoalh setelah lulus SMP nanti karena saat ini adiknya baru duduk di bangku SD.
Saat ini bukanlah nasib yang akan menentukanya, bukanlah kebetulan yang akan mensukseskanya, tapi usaha, doa dan semangatlah yang akan menentekan masa depanya. Menjadi yang terbaik dari semua yang terbaik. Karena hidup adalah perjuangan, impian adalah kesempatan untuk membuka peluang menjadi uang. Tak akan ada kesempatan kedua saat meyia-nyiakan kesempatan yang ada. Tak ada kata meyerah untuk sebuah mimpi. Meski jalan yang terjang sekalipun.
Hari ini adalah hari terakhir bagi Ibnu untuk berkumpul bersama keluarga dan kekasihnya. sebab besok ia sudah harus berangkat meninggalkan tanah air tercinta. Tawa, canda, sandaw, dan guraw mereka lontarkan dengan penuh suka cita. Hingga akhirnya Ibnu memberikan saseuati pada Syaira.
“ Bee, ini untuk kamu.” Ucap Ibnu.
“ Burung merpati?.”
“ Iya, kata orang burung merpati putih itu saksi cinta. Jadi aku berikan ini sebagai saksi cinta aku kepadamu. Rawat merpati ini baik-baik yah.”
“ Ibnu, apa kamu serius?.”
“ Apa mata aku menunjukan kalau aku berbohong padamu?.”
Syaira langsung terdiam sambil menerima merpati pemberian Ibnu.
“ Oh iya, Ibnu, terima gantungan merpati ku ini juga yah.”
Ibnu pun meyulurkan tanganya sambil meraih gantungan yang di berikan oleh Syaira. Memang berat rasanya berpisah dengan orang yang sangat di cintai. Begitupun dengan Ibnu ia harus rela berpisah dengan ketiga orang yang sangat ia cinta.
Ia sangat bersyukur saat ia pertama mengenal Syaira. Seluruh hidupnya berubah drastic. Ibnu yang dulu sangat jauh dari tuhanya, kini malah sebaliknya. Ibnu yang dulu sangat tidak perduli dengan keluarganya kini ia sangat menyayangi mereka. Satu yang ia sesalkan. Ia justru sadar dari orang lain, bukan karena dirinya sendiri, bahkan ia baru sadar akan semua yang di lakukanya saat ayahnya pergi untuk slama-lamanya. Namun itu semua sudah menjadi takdir yang digariskan Allah SWT. Untuk hidupnya, harus tetap ia lewati sebagian dari hidupnya yang singkat.
Terkadang air matanya meleleh, begitu ia mengingat betapa kejamnya kelakuanya pada masa itu. Kini penyesalan itu benar-benar terjadi, hanya kepedihan hati yang bisa ia lakukan saat ini.
Hampir sepanjang malam Ibnu tak henti-hentinya memandangi gantungan kunci merpati yang di berikan oleh Syaira padanya.
“ Bee, aku janji padamu, aku akan selalu mengingatmu, dan tidak akan pernah melupakanmu walau raga ini harus berpisah denganmu.” Ucapnya sambil memandangi gantungan kunci itu.
Tak terasa memang, kini sudah tiba saatnya Ibnu harus berangkat menuju negeri sakura itu. Sudah dari jam lima subuh ia bersiap-siap, sampai ia menunggu tiga jam lamanya untuk jemputan menuju bandara.
Dengan senyum mengemabang di bibirnya, Syaira datang mendekati Ibnu.
“ Nu, jaga dirimu baik-baik yah nak.” Ucap ibunya sambil memeluknya.
“ Pasti bu, ibu juga harus jaga diri ibu baik-baik. Ibnu nggak mau ibu sakit.”
“ Pasti nak, pasti.”
Ibnu tersenyum sambil menatap wajah ibunya.
“ Syifa, jangan nakal ya dik. Kasihan ibu kalau kamu nakal, oh iya, kamu jaga diri kamu yah.”
“ Iya bang.”
“ Abang punya satu permintaan.”
“ Apa itu bang?.”
“ Abang mau kamu lebih rajin lagi belajarnya, supaya suatu saat nanti ibu dan abang bangga padamu.”
“ Iya bang. Syifa janji.”
Ibnu kembali tersenyum sambil memeluk adik semata wayangnya itu.
“ Bee, aku titip ibu dan Syifa yah.” Ucap Ibnu pada Syaira.
“ Tanpa kamu minta pun aku akan melakukanya.”
“ Aku sayang kamu bee, kamu juga harus merawat merpati yang ku berikan padamu, agar merpati itu bisa tumbuh dan menjadi merpati yang hebat.”
Syaira tersenyum menjawab perkataan Ibnu. Begitupun dengan ibnu, setitik air mata mentes di pipinya begitu ia beranjak masuk ke dalam mobil.
Perjalanan menuju bandara amat begitu nyaman di tambah dengan pak sopir yang menemani mereka semua bercana ria. Meskipun hanya 20 orang yang lulus dalam penyeleksian itu dan hanya ada lima orang yang satu mobil denganya, pak Abduh selaku penanggung jawab para calon pelajar itu sangat menikmati dan senang dapat berjumpa dengan anak-anak yang akan membanggakan nama Indonesia.
Ibnu sangat beruntung, karena salah satu temanya, Aris berhasil lulus dan kini bersama denganya dalam satu mobil. Yah walaupun Ibnu tahu Aris tidak mungkin serius dalam hal ini, karena dari dulu Aris memang tergolong anak yang cuek.
“ Ris, setahuku, kamu anak orang kaya, kenapa kamu mau ikut beasiswa ini?, orang kaya jaman sekarang kan selalu gengsi dengan yang gratisan.”
“ Masa sih?, kok aku nggak yah. Kan gak semua orang kaya Nu, kaya gitu. Buktinya aku nggak kan.”
“ Emm, gitu yah, oh iya sebenarnya apa sih yang membuat kamu tertarik dengan beasiswa ini?.”
“ Yah sebenarnya sih ini yang aku mau, bahkan aku sampai ribut sama orang tuaku soal ini. Mereka melarangku untuk ikut program ini karena bagi mereka itu semua akan menurunkan reputasi mereka. Tapi itu semua tidak penting bagiku.”
“ Ya ampun, kamu ini. Dari SD nggak pernah berubah ya.”
Sepanjang perjalanan menuju bandara mereka lalui dengan obrolan-obrolan karena memang sudah lama sekali mereka tidak bertemu.
Udara segar menyambut mereka begitu tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Sayup-sayup angina berhembus masuk ke sela-sela pakainya. Walaupun hari tak lagi pagi, namun inilah hari yang tak mungkin di lupakan olehnya. Berbeda sekali dengan Aris yang sudah sering pergi ke bandara, apalagi pergi ke Jepang.
Mereka semua masuk kedalam pesawat setelah menyerahkan password dan beberapa kartu penting lainya. Pesawat pun segera berangkat meninggalkan bandara melintasi langit yang biru nan luas. Walupun baru beberapa jam saja Ibnu pergi dari kampung halamanya, kini ia sudah merasa sangat merindukan mereka semua. Ya mungkin iniah rasa cinta yang sebenarnya dari dalam dirinya. Meski begitu Ibnu tetap tersenyum sambil melihat ke luar jendela pesawat sembaring mengenang semua kenangan manis bersama orang terkasihnya.
Detik demi detik berlalu, menitpun merubah jam menjadi hari. Sudah dua hari ini mereka semua berada di dalam peswat. Sungguh perjalanan yang amat melelahkan dan membutuhkan stamina yang banyak.
Setiba mereka di bandara, bus yang akan membawa mereka semua menuju penginapan telah menunggu mereka di luar pintu keluar. Dengan cepat mereka satu persatu mereka semua masuk ke dalam Bus.
Perjalanan pertama menuju kota Tokyo untuk mengitari dan memperkenalkan universitas Tokyo kepada mereka. Sungguh senang hati Ibnu melihat arus lalu lintas yang begitu lancer. Dan beberapa pohon sakura mulai menampakan bunga-bunganya di pinggir-pinggir jalan kota Tokyo. Alangkah indahanya negeri Jepang, tak salah memang bila negeri ini dejuluki Negri sakura.
“ Ris, ternyata Jepang seindah ini yah. Seluruh bangunan megah tersusun rapi.” Ucap Ibnu.
“ Ini belum seluruhnya Nu, masih banyak yang lebih indah dari ini.”
“ Yang benar?.”
“ Kalau aku ada waktu aku pasti akan menunjukanya padamu.”
Ibnu terdiam sambil tersenyum ke luar jendela bus.
Hampir seharian mereka semua berkeliling melihat indahnya ibukota Negara Jepang itu. Kini mereka semua beranjak pergi menuju penginapan Hatoyama so so-hoan.
Seluruhnya tertidur pulas di dalam bus, kecuali Aris yang masih terjaga. Seluruh ingatanya seolah kembali hadir saat ia dan keluarganya berlibur di Jepang. Rasanya sudah lama sekali semenjak kejadian itu, karena kini ibu bapaknya benar-benar sibuk dengan kehidupan masing-masing.
“ Nu, bangun Nu. Kita sudah sampai tuh.” Ucap Aris membangunkan Ibnu yang masih terlelap.
Ibnu segera bangun dan melihat keluar.
“ Jadi ini penginapanya.”
“ Iya. Ayo kita keluar. Yang lain sudah masuk lebih dulu ke dalam.”
“ Oh ya, baiklah ayo.”
Aris dan Ibnu bergegas masuk kedalam kamar mereka setelah di berikan kunci oleh penjaga penginapan ini.
“ Arigato gozaimasu.” (terima kasih banyak). Ucap Aris begitu menerima kunci kamarnya. Begitupun dengan Ibnu.
Begitu Ibnu sampai di dalam kamarnya, seluruh badanya seolah langsung ingin merasakan kasur yang halus dan nyaman itu. Rasa lelah dan letih memang sudah menyelimutinya sejak pagi tadi. Karena itulah ia langsung tertidur setelah merebahkan dirinya.
Baru saja beberapa saat Ibnu memejamkab matanya tiba-tiba…
“ Ibnu bangun. Makan malam sudah siap.” Ucap Aris sambil mengetuk pintu kamarnya.
“ Aku baru saja tertidur Ris.” Jawabnya sambil membuka pintunya.
“ Yang lain sudah menunggumu. Cepatlah.”
“ Baiklah, sebentar yah aku mandi dulu.”
Aris kembali bersama dengan yang lainya, menu makanan hari ini memang tak jauh-jauh dari onigiri (nasi kepal), sushi ,dan segelas ocha (the hijau). Untuk menghangatkan tubuh mereka.
Setelah semua lengkap dan Ibnu telah datang mereka semuapun mulai menyantap hidangan yang di sediakan untuk mereka.
Langganan:
Postingan (Atom)